
Milenial dan kopi? Ada cerita seru nih tentang dua fenomena tersebut.
Generasi “milenial” menjadi salah satu penyebab meningkatnya harga kopi di pasaran global. Jika kita lihat dari jumlah generasi milenial saat ini, plus konsumsi mereka akan secangkir kopi (yang alamak tinggi!)–tentu fenomena ini berpengaruh besar terhadap masa depan skena kopi. Kamana atuh skena!
Generasi milenial (iya, kamu :p) saat ini acapkali disebut-sebut sebagai sumber permasalahan dan perdebatan yang ada saat ini. Setelah fenomena coffee snobs tingkat RT hingga tenarnya Awkarin (eh), milenial lagi-lagi menjadi objek yang dikambinghitamkan akibat meningkatnya ancaman krisis kopi skala global.
Bloomberg dalam laporannya menyebutkan bahwa kebiasaan minum kopi milenial di Amerika Serikat mengakibatkan naiknya permintaan kopi di negara tersebut hingga ke rekor tertinggi. Toko-toko di Amerika Serikat diintai kondisi kelangkaan beras kopi. Hal ini diperparah oleh cuaca kering yang menimpa Brazil yang memperlambat panen robusta (yang biasa dipakai sebagai adonan dasar kopi instan). Alhasil, banyak toko yang kemudian beralih ke beras kopi arabika sebagai alternatif. Imbasnya, pada Oktober 2015 lalu, harga kopi arabika di New York melonjak ke titik tertinggi dalam 20 bulan terakhir.

Jika kelangkaan kopi benar terjadi, kongkow-kongkow sambil minum kopi bisa jadi peristiwa langka, huhu
Kondisi yang diceritakan barusan menunjukkan korelasi milenial dan kelangkaan kopi. Mengapa bisa begitu? Data dari National Coffee Association di Amrik sana menyebutkan bahwa milenial menyumbang sekitar 44 persen dari total konsumsi kopi. Wah!
Rinciannya: 48 persen dari penduduk yang berusia 18-24 tahun, dan 60 persen dari penduduk yang berusia 25-39 tahun, menikmati kopi setiap harinya. Tren ini sepertinya juga akan terus menanjak, mengingat terjadi pergeseran budaya minum kopi, mengingat milenial (di sini dipukul rata: mereka yang lahir setelah tahun 1995) mengembangkan kebiasaan minum kopi sedari umur 15 tahun! Sebagai perbandingan: rata-rata milenial yang lebih tua terbiasa meminum kopi pada umur 17 tahun. Gimana dengan pembaca milenial uzur? Pasti minum kopi dari sejak umur 20-an, setelah kerja, dapat pendapatan sendiri dulu kan? (sfx OST Full House).
“Tekanan” yang diakibatkan milenial terhadap industri kopi tak hanya terbatas untuk pencinta kopi di Amerika Serikat. Pasar kopi seperti Brazil dan Tiongkok juga terkena dampak dari ganasnya generasi ini melahap seduhan dan olahan kopi. Untungnya, ketersediaan stok dari kopi-kopi yang belum direndang bisa menjadi penyelamat korporasi-korporasi kopi–walau untuk sementara. Fenomena ini sepertinya berlangsung terus hingga saat ini, namun teredam dengan panen raya kopi di beberapa sentra produksi kopi di seluruh dunia. Well, hukum pasar berlaku toh: permintaan besar, harga cenderung naik, stok pasti dilepas. Di sisi ini, milenial berutang besar pada korporasi kopi–mulai dari tingkat global hingga tengkulak level kecamatan di El Salvador. Kebayang yes kalau milenial nggak bisa minum kopi? Bisa terjadi revolusi!
Sementara itu, mungkin milenial dapat mempertimbangkan mengurangi konsumsi kopi; atau menghemat konsumsi kopi; atau mencari sumber alternatif olahan kopi.
Eh, tapi tunggu, ini ‘kan cerita milenialnya Amerika. Milenial di Indonesia masih demam es kepal milo kan?
Artikel ini disadur dari sini.
at 13:08
Artikelnya bagus Kak, mampir juga yuk ke artikel aku Kak di https://hubstler.com/5-rekomendasi-coffee-shop-instagramable-di-bandung/
at 14:45
Wah, thanks banget min infonya.
Ada positif dan negatifnya trend milenial saat ini untuk konsumsi kopi.
at 18:38
Terimakasih untuk sharingnya. Kopi memang cocok untuk generasi milenial 🙂
at 13:34
Terima kasih atas informasinya. Sangat bermanfaat