Luwak coffee atau kopi luwak memang masyhur di Bengkulu.
Namun kopi yang saya seduh kali ini adalah kopi arabica dari Bengkulu. Minus fermentasi si luwak.
Ceritanya, teman saya berdagang kopi robusta di sana. Obrolan ala kedai kopi berlanjut dengan temuan kopi arabika Bengkulu. Ternyata kopi ini ditanam di sela-sela lada dan tembakau. Jumlahnya pun hanya sedikit.
Anehnya lagi, kopi ini sebenarnya adalah penganan luwak. Ternyata, orang yang ditemui kawan saya ini memang beternak si civet. “Untuk tambah-tambah,” ujar dia.
Sayangnya, kawanan luwak di kandang sudah kenyang. Sementara, stok kopi arabica yang harus diganyang masih banyak. Tawar punya tawar, 2 kilogram buah kopi pun berpindah tangan.
Kopi arabica Bengkulu inilah yang akhirnya sampai ke tangan saya.
Setelah beberapa kali seduh, ternyata rasanya tak kalah dengan luwak coffee. Kopi luwak bisa jadi memang menang hype saja.
Foto di atas adalah bukti percobaan saya tadi pagi. Luwak coffee tanpa pengolahan khas (alias kopi arabica, hehe) lantas saya seduh dengan metode saring mellita flatbottom.
Karena prosesnya yang masih sederhana, kopi arabica Bengkulu ini masih belum yahud. Namun sekilas terasa badan kopi yang lumayan kuat, asam yang cerah, serta aroma rempah dan tembakau.
Jadi, cerita luwak coffee akhirnya berujung ke kopi arabica Bengkulu.
Bengkulu adalah salah satu penghasil kopi terbesar di Indonesia, namun dari species kopi robusta. Barangkali kopi arabica habis cuma jadi umpan luwak. Banyak petani yang ikut tren sekitar 4-5 tahun lalu: mereka menanam sedikit hamparan kopi arabica, lalu beternak si kucing kopi. Harapannya tentu meraup untung dari harga kopi luwak yang dibandrol tinggi. Saat ini di Bengkulu, bisnis model ini masih terus berkembang.
Mari kembali ke kopi arabica Bengkulu.
Saya merasakan ada potensi rasa yang unik dan nikmat dari kopi arabica Bengkulu. Jika diolah dengan benar, tentu kekuatan asli kopi dari daerah tersebut akan keluar. Setidaknya dari contoh yang saya dapat, kopi Bengkulu sudah terasa enak. Ada rasa-rasa unik dan rempah yang menari-nari di lidah. Tentu ia bisa bersaing dengan kopi arabica dari daerah lain di Indonesia.
Setelah merasakan luwak coffee… eh kopi arabica Bengkulu, doa saya cuma satu. Semoga kopi arabica Bengkulu bisa terus berkembang!
Pembaca sudah pernah merasakan arabica dari Bengkulu? Mohon berbagi bagaimana rasa dan cara mendapatkannya ya! 🙂
———-
Baca sebelumnya: Slurp! Kopi Hitam di Saudagar Kopi
Baca selanjutnya: Kuliner Solo vs. Kopi Kintamani
Berikan Komentar Anda