
Kenapa jangan minum kopi luwak? Setidaknya ada lima alasan logis.
Bagi saya, sederhana. Selain nggak pas di kantong, kopi luwak juga ternyata menyimpan berbagai masalah. Apa saja?
1. Menyiksa binatang
Luwak (Paraxorus Hermaphroditus) adalah hewan liar yang habitatnya di hutan. Hewan mirip kucing ini adalah hewan penyendiri dan hidup di malam hari untuk mencari makanan.
Produsen kopi luwak membutuhkan si Paraxorus ini. Ia pintar memilih buah kopi yang tengah matang, biasanya yang paling merah dan terbaik.
Setelah ia makan, biji kopi pun dibuang melalui buang air besar si kucing kopi. Nah, katanya proses di perut luwak inilah yang membuat kopi hasil akhirnya unik.
Masalahnya, luwak harusnya hidup bebas.
Para produsen harus menangkap hewan-hewan ini jika ingin mengembangkan kopi luwak. Setelah ditangkap, mereka biasanya dikandangkan. Dijejali buah kopi merah tanpa henti.
Inilah kesalahan produksi kopi luwak yang massal dan tidak alami.
Di Indonesia, produksi macam ini malah jadi model industri. Kabarnya Vietnam, China dan Filipina juga sama.
Terkadang, luwak-luwak ini “dipaksa” untuk terus makan buah kopi. Hal ini dilakukan semata-mata untuk rupiah si produsen. Kejam ya?
Parahnya lagi, terkadang kondisi di kandang dan kehidupan si luwak tak terjaga. Kotor, sempit. Jika si luwak sakit, mereka tak diberi perawatan yang benar.
Melihat praktik-praktik tersebut, banyak praktisi kopi yang menyatakan produksi kopi luwak banyak yang menyiksa binatang. Sebuah petisi diluncurkan tahun lalu untuk menolak penjualan kopi luwak di Inggris.
Petisi ini berhasil, dan kopi luwak tersingkir dari rak supermarket di sana.
2. Minum kopi yang berasal dari…
Kotoran.
Ya, walau sudah dicuci bersih atau apalah, tetap saja salah satu prosesnya adalah melalui pencernaan si luwak. Buat beberapa orang, minum kopi dari kotoran jelas tak bisa diterima akal sehat.
3. Asli/palsu?
Begitu banyak produk kopi luwak di pasaran. Kita sampai pada titik di mana kita tak tahu lagi yang mana yang asli dan palsu.
Kopi luwak juga tidak dipasarkan dengan benar.
Banyak yang menjual bubuk–yang mana jelas akan mengurangi aroma kopi. Ada yang dijual dengan packing asal-asalan. Ada pula yang tak jelas asal-usulnya.
Parahnya lagi, sepertinya tak ada standar asli atau palsu yang jelas.
Produsen hanya mengklaim yang mereka jual kopi luwak, titik. Konsumen harus membeli dengan harga yang cukup menguras kantong. Bagaimana jika kopi luwak yang kita beli adalah oplosan?
Dari pada pusing, mending tidak beli sekalian!
4. Rasanya meh
Anda sudah merasakan kopi luwak? Bagaimana menurut Anda? Enak?
Menurut saya, meh!
Dua kali mencicipi, dua kali pula saya kecewa. Kali pertama mencoba, saya penasaran. Kali kedua, akhirnya saya disadarkan. Alhamdulillah!
Dalam sebuah percobaan adu rasa kopi, kopi luwak (yang dibeli dari Bali) dilaga dengan kopi Geisha. Dua kopi ini menarik dan pantas diadu karena mahal. Luwak mahal karena hype pemasaran. Geisha mahal karena langka dan dianggap punya rasa yang superior dibanding kopi-kopi lain.
Dalam adu kopi luwak vs Geisha tersebut, yang pertama disebut kalah telak.
Komentar yang minum kopi luwak adalah rasa “apak”, “aneh”, dan “seperti bumbu panggang yang tengik”.
5. Mahal
Sekali waktu dalam sebuah pameran, saya melihat harga kopi luwak. Sekilo Rp 1,5 juta.
Berarti untuk konsumsi rumahan yang biasa (kemasan 250 gram), kita harus rogoh kocek sekitar Rp 375 ribu. Waduh.
Atau pergi ke kedai kopi. Pesan kopi dari kotoran hewan mirip musang ini. Secangkirnya bisa Rp 75 ribu hingga Rp 150 ribu. Waduh lagi!
Berhenti minum kopi luwak!
Sudah menyiksa binatang, tak jelas prosesnya, rasanya tak enak, lalu harus bayar mahal. Keputusan sudah jelas.
Not my cup of coffee.
Lebih baik mencari kopi asli Indonesia lain yang benar-benar diproses dengan baik. Sekarang banyak petani yang menghasilkan kopi yang mantap. Tinggal pilih, kopi dari Aceh hingga Papua. Atau daerah yang baru, seperti Solok.
Bagaimana pendapat Anda?
Saya harap sih para pembaca setuju dengan saya 🙂
———-
Kredit foto: Neerav Bhatt
Baca sebelumnya: 4 Menit Cara Membuat Kopi Tubruk Paling Enak
at 22:59
* Opini tidak minum kopi Luwak karena di belakang itu ada dasar penyiksaan hewan setuju..
Tapi kalau berdasarkan taste yang dibilang tidak enak, apek, aneh saya tidak setuju. Hal itu mungkin karena kopi Luwak yang saat itu anda coba kualitasnya buruk. Entah disebabkan penyimpanan, cara roasting, varietas kopi yang diberikan ke luwaknya, penanganan kopi luwak saat pemanenan, dan sebagainya..
Saya berani bilang seperti ini karena kebetulan saya pernah mendapatkan kesempatan mencoba Kopi Luwak di salah satu coffee lab di Bandung, dan kopi luwak disana kebetulan memang kopi luwak asli karena sample yang harus di analisa dan di scoring oleh pemilik coffee lab tersebut.. Dan rasanya? Enak, tidak sampai dibilang apek, aneh, seperti bumbu panggang tengik..
Kemudian perbandingan dengan Gesha.. ini juga tidak setuju dan tidak fair, karena 2 hal ini tidak bisa dibandingkan karena dengan dasar harga.. Ingat, Gesha adalah varietas kopi, Kopi Luwak adalah salah satu metode Pasca Panen..
Saya berani jamin apabila kopi Gesha yang diolah dengan metode kopi Luwak, dan di proses dengan cara yang baik akan menghasilkan rasa yang luar biasa juga..
Jadi…. boleh lah menyuarakan stop konsumsi luwak, saya setuju itu.. tapi jangan menggunakan dasar-dasar yang tidak fair..
at 03:18
Hi admin, i’ve been reading your website for some time and I really like coming back here.
I can see that you probably don’t make money on your
site. I know one awesome method of earning money, I think you
will like it. Search google for: dracko’s tricks
at 01:49
Setuju pake banget, seakan2 manusia tidak bisa untuk membedakan dan memilih biji kopi yg baik dan kurang baik.
Yg kedua adalah jika luwak dikandang ya pastilah kalo lapar atau iseng ya apa aja yg ada dimakan, btw apa emang beneran luwak itu makannya hanya kopi ?
at 10:56
Setuju.. tambah laku, tambah tersiksa luwak nya.. lagipula saya ga yakin itu yang beredar kopi luwak asli.